Selasa, Agustus 24, 2010

Waktu yang Tumpang Tindih

Oleh: Fariha Ilyas





Menanti senja, menunggu sebuah gerak niscaya. Senjaku tetap saja menjadi senja, di tempat-tempat lain, memerahkan langit para pencinta senja. Aku berharap ada yang menceritakan senja-senjaku di tempat lain. Senjaku tak pernah berubah, di langit yang sama, di waktu yang sama, hanya di tempat yang berbeda.

Apakah waktu benar-benar berjalan seperti yang jarum jam katakan? Atau waktu itu hanya diam, membungkus semuanya seperti ruang? Apakah waktu itu adalah ruang yang tak terukur? Tak terumuskan dengan pasti? Apakah waktu adalah sebuah ruang pencarian?

Apakah waktu menjadi sejarah hanya karena ia usang dalam ingatan? Kenapa menunggu usang jika beberapa masa depan ternyata telah teramalkan? Apakah waktu yang membawa kita ke sini? Mengantarkan kita? Atau ia telah mendahului kita? Meninggalkan kita? Lalu kenapa ia mesti dibicarakan disetiap zaman?

Aku telah mati, aku telah mati dalam hidup, dan aku hidup dalam kematianku ini. Apa artinya sebuah kebangkitan bagi orang-orang yang mati lagi dalam kematian ini? dan apa arti kiamat untuk sebuah dunia yang telah lama luluh lantak setiap saat?

Hari itu, masa depan itu, adalah hari yang begitu akrab, karena masa depan telah menjadi sejarah. Dan saat aku berpikir tentang waktu nyata dan waktu imajiner yang mungkin menjadi paralel, aku tersentak oleh diary lamaku, di mana waktu menjadi tumpang tindih disetiap lembarnya.



(Untuk diary coklatku, 11 juni 2010)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya