Oleh: Fariha Ilyas
I may never find all the answer
I may never understand why
I may never prove
What I know to be true
But I know that I still have to try
(Spirit Carries On, Dream Theater)
Ada begitu banyak “Tuhan” yang dibicarakan oleh manusia, dan ada begitu banyak topik yang bisa dibicarakan tentangya, sebanyak persepsi manusia tentang tuhan, dan sebanyak hal yang dipertuhankan oleh manusia. Tuhan ada di mana-mana katanya, namun sekaligus tidak ada di mana-mana.
Jika sesuatu yang nampak saja masih diselimuti banyak kemungkinan, maka bagaimana dengan dzat Tuhan yang tak nampak? Berapa banyak kemungkinan tentangnya?. Memang terasa aneh, namun tidak dapat dipungkiri bahwa manusia hidup dalam wilayah ”serba mungkin” yang menjadi pendorong manusia untuk terus berkembang, baik secara material maupun spiritual.
Di tengah perkembangan dunia yang sangat cepat saat ini, kita sadari bahwa banyak sekali hal-hal yang terlindas “kecepatan”. Dan spiritualitas adalah salah satu hal yang sedikit demi sedikit itu. Jika kita terjebak dalam kolektivitas spiritual, maka tuhan kita bisa jadi hanyalah tuhan sejarah. Lalu bagaimana tuhan sejarah akan bertahan dalam arus kecepatan yang mendekonstruksi segala kronologi sejarah?. Tuhan sejarah ini akan lenyap. Tak bermakna.
Di sinilah perlunya dibicarakan tuhan alternatif, bukan suatu bentuk pencarian tanpa makna, namun lebih kepada sikap waspada terhadap gejala aleniasi dari tuhan yang menjangkiti manusia saat ini. Kembali ke spiritualitas, dan menggali setiap jengkal pengetahuan untuk menyelesaikan enigma adalah sebuah jalan yang semestinya ditempuh oleh manusia yang merindukan tuhan. Berhenti berarti meletakkan tuhan ke dalam sebuah titik yang hanya akan menjadi titik yang statis. Diam, lalu hanya menjadi sejarah.
Dunia membentangkan sesuatu yang tidak diketahui, manusia diberi semacam energi penggerak untuk mencari apa yang tidak diketahui. Hal-hal yang tidak diketahui tersebut mempunyai banyak nama: Misteri, Utopia, Metafisik, Enigma, Noumena, Oidos, Spirit, Tuhan.
Yang tidak diketahui tersebut secara ontologis dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang di luar kekuasan kita, di luar pengalaman manusia. Bahkan mungkin di luar akal budi manusia. Ada ruang tertentu yang tidak dapat diketahui oleh manusia. Seperti simbol matematik (~) yang merupakan legitimasi manusia terhadap ketidaktahuannya sendiri. Namun ada relasi-relasi yang menghubungkan antara yang serba "mungkin” dan serba “tak mungkin”, antara yang terhingga dan tak terhingga. Relasi itu pun menjadi tak terbatas, karena berada diantara 2 hal yang memiliki keterbatasan dan yang tidak memiliki keterbatasan.
Only by an infinite relationship to God, his doubt is calmed. Only by an infinite relationship to God anxiety transformed to joy. Man is in infinite relationship to God when he recognizes that God is always in the right and he himself is always in the wrong.
Jika kita yakin bahwa tuhan berada di wilayah “tak mungkin” masihkan kita akan mencari atau hanya sekedar membicarakan “tuhan alternatif”?
(Pagi yang sakit, 31 Mei 2010)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya