Senin, Agustus 23, 2010

Kupu-Kupu Kata-Kata #7

Oleh: Fariha Ilyas



Tersentuh bulan di samudra..
Sebatang tanduk dari cahaya..
Oh, mengembara kau sendiri..
Di malam kau menginap terakhir kali..


Kupu-kupu Kata-kata terbang, pulang lagi ke kampung tempat ia dilahirkan dulu, jauh sebelum kesadaranku akan dirinya ada. Kupu-Kupu itu berputar-putar saja di atas rumah-rumah, pepohonan dan hamparan sawah.

Beberapa waktu ia tak menemukan kristal-kristal. Kali ini waktu terasa janggal, kupu-kupuku tak dapat membedakan batas-batas masa lalu, masa kini dan masa depan.

Jauh di bawah sana, hanya terlihat rumah-rumah yang diam. Tanpa satu pun ada manusia yang terlihat. Apaka ini kampungku dulu? Di mana Ibu dan Ayahku?keluargaku? Mana kawan-kawanku? Di mana mereka semua?

Kumasuki rumahku yang tak berubah. Tak seorang pun ku temui, hanya ada kursi-kursi yang diam, meja-meja yang beku, dan jam dinding tak berjarum. Apaka ini akhir waktu? Aku bertanya-tanya.

Aku menghambur ke luar rumah. Kutengadahkan wajahku ke langit, aku terperanjat, di atas sana ternyata tak ada matahari, aku tak mengerti dari mana cahaya yang sedari tadi menerangiku. Aku mulai berjalan di jalan-jalan yang dulu pernah begitu akrab dengan telapak kakiku yang tak beralas. Kulewati rumah-rumah yang kosong. Hatiku kecut saat kusadari bahwa aku hanya sendirian di sini. Ke mana orang-orang? Ke mana mereka semua? Apakah ini akhir waktu?

Aku lelah, lelah dalam kebingunganku. Kubaringkan tubuhku di atas jalanan berbatu. Kupejamkan mataku, namun bukan gelap yang datang, cahaya itu tetap ada. Kupejamkan lagi mataku, dan sekali lagi tidak ada kegelapan, semuanya tetap nampak seperti saat mataku terbuka. Aku semakin heran. Apakah ini akhir waktu?

Kulihat pucuk-pucuk dedaunan yang tak bergerak sedikitpun. Kaku. Oh...ternyata tak ada angin. Aku hirup dalam-dalam udara, yang ada hanya hampa. Apakah aku sudah mati?Tuhan....apa yang sebenarnya terjadi? Mana mereka? Mana mataharimu? Mana anginmu?

Aku berlari ke tempat yang baru saja terlintas di pikiranku : kuburan. Ya, kalau mereka benar-benar telah mati, pasti mereka di makamkan di sana. Aku yakin akan menemukan jawabannya di sana. Sedikit-demi sedikit area pekuburan itu nampak dari balik rumpun bambu yang kaku seperti beton. Tak bergerak.

Aku berdiri tegak di hamparan batu nisan yang tak habis-habis di pandang. Sangat luas, jauh sekali, hingga batas pandangku. Hanya batu nisan. Kubaca nisan yang berada tepat di hadapanku, tubhku terasa menggigil! Karena di nisan itu tertulis namaku! Kulihat angka-angka yang tak kumengerti. Apakah sebenarnya yang terjadi? Sudah matikah aku?

Kubaca nisan di sampingnya, dan tubuhku lagi-lagi bergetar hebat, karena di nisan itu juga tertulis namaku. Kubaca nisan di sampingnya, di sampingnya lagi, di belakangnya, dibelakangnya lagi, terus, dan terus. Semua yang sempat kubaca adalah namaku sendiri. Aku? Aku? Aku atau Siapa?

Aku tertawa keras-keras, tapi yang meledak hanya sepi. Oh, ternyata dari tadi juga tak ada suara. Aku bertanya-tanya tentang nama-itu. Nama yang tertulis itu. Sipa dia? Kenapa namanya seperti namaku? Aku yakin aku bukan dia, karena aku masih ada disini. Berdiri di sini. Tapi kalau memang aku bukan dia, lalu siapa aku?

Pelan-pelan kulihat tanganku, tapi aku tak melihat apapun! Kulihat ke bawah, ke arah kakiku, hanya ada tanah. Kulihat tubuhku, dan tak kudapati apapun gambaran tentang tubuh yang kumengerti. Aku atak bertubuh! Lalu bagaimana aku bisa menyaksikan ini semua? Di mana aku? Apakah ini akhir waktu? Aku berteriak keras. Dan meledaklah kesunyian. Tak ada aku atau apapun. Yang ada hanya kata-kata.


Kupu-kupuku terus berputar-putar, mencoba keluar dari pusaran waktu sesungguhnya dan waktu dalam pikiran. Antara krista-kristal dan bayang-bayang.

Sejenak ku tertidur..
Sejenak, semenit, sejuta tahun..

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya