Oleh: Fariha Ilyas
Saat kulihat cermin aku kehilangan diriku, yang kutemukan hanya bayang-bayang. Selalu begitu. Lalu aku memandang ke luar melalui kaca jendela kamarku yang bening, dan kulihat banyak hal di luar sana yang terjadi berganti-ganti.
Kutempelkan selembar kaca bening di tanah, dan esoknya kudapati titik-titik air yang menempel di kaca itu. Titik-titik air yang begitu jernih yang mendesak dari dalam tanah, dan aku tak pernah tahu. Padahal setiap hari selalu begitu.
Aku ingin mengganti cerminku dengan selembar kaca bening. Agar bayang-bayang itu tak nampak lagi, karena selama ini aku mengira ia adalah aku. Aku ingin tembok saja yang mengatakan siapa aku, karena saat aku melihat bayanganku tak ada, aku menemukan diriku. Dan yang terpenting, dengan selembar kaca bening, aku tetap bisa melihat tembok itu.
Mata adalah jendela, hati begitu katanya, karena ia bagaikan selembar kaca bening yang lebih jujur dari cermin, setidaknya ia memperlihatkan lebih banyak hal daripada sekedar bayang-bayang. Oh, ia tidak memperlihatkan, namun membiarkan kita melihatnya sendiri.
(Sore biasa, 13 Juni 2010)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya