Senin, Agustus 23, 2010

HK, Romo, dan Setetes Embun

Oleh : Fariha Ilyas

Baru-baru ini seorang pakar marketing ternama (sebut saja HK) merayakan ulang tahunnya di sebuah desa terpencil di Yogyakarta. Banyak hal menarik ketika searang HK yang reputasinya sangat dikenal di negeri ini terutama oleh para pelaku bisnis di tanah air tiba-tiba memilih merayakan hari ulang tahunnya di tempat yang jauh dari hiruk pikuk, jauh dari kemegahan dan gemerlap dunia papan atas yang menjadi “habitat” hidup HK.

Usut punya usut ternyata salah satu hal yang menarik HK untuk dating dan merayakan ulang tahunnya di desa terpencil itu adalah rasa simpatinya kepada seorang Romo yang tinggal di desa tersebut. Ia mengetahui tentang romo tersebut dari sebuah tulisan di surat kabar. Dalam tulisan itu diceritakan bahwa romo tersebut mampu membuat suasana tenteram dan damai di kampung kecil yang penduduknya memeluk berbagai agama yang berbeda. Romo tersebut mampu menjadi sosok yang memberikan kesejukan bagi setiap warga desa. Hal inilah yang pertama kali membuat HK simpati kepada sang Romo. Dan kebetulan, ternyata tanggak lahir sang Romo sama dengan tanggal lahir HK. Maka makin bulatlah keinginan HK untuk berkunjung ke desa tersebut. Ia ingin merayakan ulang tahunnya bersama sang romo.

Kedatangan HK disambut dengan sukacita oleh sang Romo dan seluruh warganya. Selama beberapa hari HK menetap dan menikmati suasana di desa tersebut. Selain suasana yang berbeda, HK juga menjalani ritual untuk membersihkan hati dan menyegarkan pikirannya. Ritual yang dipimpin sang Romo sarat dengan ajaran keharmonisan antara manusia dengan alam. Dalam ritual iti HK merasakan sesuatu yang sangat berbeda dari apa yang ia rasakan selama ini. Ia baru menyadari bahwa selama ini ia tidak pernah memperhatikan alam. Dari sekian banyak tumbuhan yang dipakai dalam ritual kembali ke alam tersebut tidak ada satu pun yang ia ketahui namanya. HK pun sadar, bahwa pengetahuannya tentang alam adalah nol. HK sangat terkesan dengan rangkaian ritual yang ramai diikuti warga desa terpencil itu.

Dan yang paling bekesan bagi HK adalah suasana “guyub” yang begitu khas. Di sebuah desa yang terpencil, dengan segala yang serba sederhana terpancar rasa kemanusiaan yang begitu kuat dari diri orang-orang yang menetap di desa itu. Saat masyarakat modern menemukan “keguyuban”nya lewat facebook, twitter dan jejaring sosial di dunia maya lainnya masih ada sekelompok masyarakat yang membangun relasi antar sesama dengan kasih, rasa percaya, dan rasa memiliki yang begitu kuat di tengah perbedaan-perbedaan yang ada. Hal ini tentu tidak dapat dipisahkan dari peran sang Romo.

Setelah usai kunjungan HK ke desa itu, ia kembali ke kota tempat tinggalnya dengan membawa bermacam-macam kenangan tentang Sang Romo, orang-orang yang ia temui. Ada setetes embun yang menyejukkan hatinya. Dan seketika ia mulai muak dengan dunianya sekarang, dunia yang ia jalani tanpa banyak merenung. Dunia penuh kepalsuan. Dunia bujuk rayu yang penuh janji-janji. Dunia yang semakin menjauhkan pemahaman manusia akan dirinya sendiri dan kesadaran tentang di mana ia sekarang berada.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya