Senin, Agustus 23, 2010

Kritik Seni Rupa #1

Oleh : Fariha Ilyas

Pameran Seni Rupa “Eksistensi Tupai”

Pameran seni rupa yang bertajuk “Eksistensi Tupai” pada merupakan sebuah hasil eksplorasi Gigih Wiyono terhadap buah kelapa yang pada akhirnya menjadi bahan utama dalam karya instalasinya yang ditampilkan dalam Biennale X Yogyakarta. Demikianlah sebagai seorang seniman yang harus selalu menggali potensi dari sebuah benda atau apapun yang dapat membangkitkan imajinasi dan daya pikirnya untuk menciptakan sebuah karya seni yang tidak hanya memiliki nilai keindahan semata namun juga mempunyai kekuatan untuk menyampaikan sesuatu kepada publik penikmatnya melalui wujud visualnya.

Pameran ini menghadirkan karya lukisan, patung dan karya instalasi yang kesemuanya bersumber pada ide dasar yaitu buah kelapa. Lukisan dan patung ditampilkan di galeri utama dan galeri kecil yang berada di sebelah selatan galeri utama. Sedangakan instalasi ditampilakan di kedua galeri serta di space kosong yang terdapat diantara kedua galeri tersebut.
Media yang digunakan dalam karya-karya Gigih kali ini antara lain adalah buah kelapa begas gigitan tupai (karya instalasi), kayu nangka dan kuningan (patung), sedangkan untuk lukisan, Gigih menggunakan media campuran.

Adapun penataan (Display) lukisan pada pameran kali ini cenderung mempunyai jarak (space) yang jauh, hal ini mungkin memang sudah dipertimbangkan agar setiap karya nampak lebih “merdeka”. Tapi banyak juga yang berasumsi bahwa pameran ini kurang “Wah” karena jumlah karya yang dityampilkan tidak terlalu banyak. Namun kembali lagi kepada subtansi bahwa pameran seni rupa adalah laksana sebuah pementasan, dengan sang seniman sebagai tokoh sentral dan karya-karya sebagai sebuah dialog yang berusaha dibangun oleh sang seniman. Mungkin kali ini Gigih tidak ingin “banyak bicara” dengan karya yang berjumlah banyak, melainkan “to the point” saja dengan menghadirkan jejak-jejak nyata tupai dalam karyanya. Ini adalah sebuah usaha kreatif yang patut mendapat apresiasi.


Eksistensi Tupai : Tentang apa atau siapa

Menarik diamati bahwa sebuah pameran yang bertajuk “ Eksistensi Tupai” justru tidak menampilkan satu karya pun yang menampilkan sosok tupai. Hal ini tentu menggelitik sebagian apresiator yang menikmati karya-karya Gigih Wiyono. Namun hal ini juga dapat menjadi sebuah pembelajaran bahwa memang “eksistensi” tidak melulu dikaitkan dengan “keberadaan” melainkan dapat juga dikaitkan dengan akibat, akibat tersebut merupakan jejak (trace) yang ditinggalkan oleh “sesuatu” yang tentunya eksis, dan akibat itu menjadi bukti eksistensi “sesuatu” tersebut. Gigih dalam karya instalaisinya yang menggunakan ratusan bahkan ribuan buah kelapa bekas tupai merupakan sebuah usaha untuk menghadirkan jejak-jejak yang akan menuntun kita kepada “keberadaan” atau eksistensi si tupai itu sendiri. Namun yang terpenting dari karya-karya Gigih yang simbolik adalah adanya jejak-jejak yang merupakan akibat dari “sesuatu” tersebut memberi keyakinan lebih kepada kita bahwa “sesuatu” tersebut memang sebuah hal yang tak terbantahkan.

Walaupun dalam konsep berkaraya Gigih Wiyono merujuk pada karut marutnya kondisi bangsa dewasa ini, tentang kekuasaan yang selalu menenggelamkan si lemah ke dasar jurang dan menjujung si kuat ke puncak tertinggi, tentang korupsi yang tak jua dapat ditumpas dari negeri ini, namun sebuah karya seni rupa yang dihadirkan tentunya akan mendapat penafsiran sendiri dari masyarakat sebagai apresiator karya-karyanya. Dan menurut pemahaman dan penafsiran saya pribadi maka “Eksistensi Tupai” adalah bukan sebuah metafora bagi wujud benda-benda, tetapi merupakan metafora bagi sifat-sifat manusia.
Dari sudut pandang lain juga dapat ditafsirkan bahwa, kelapa sisa tupai - yang melambangkan rakyat- juga ternyata tetap eksis, mereka tetap “ada” dengan segala kenyataan yang melingkupi kehidupan mereka. Suatu gambar utuh tentang kehidupan yang selalu berisi hitam putih.


Endapan Penghayat

Gigih Wiyono adalah seniman yang patut diapresiasi karena telah melalui proses yang cukup panjang dan termasuk seniman yang produktif dalam berkarya seni, inilah pada hakekatnya tugas seorang seniman. Seniman haruslah mempunyai kepekaan lebih terhadap kondisi lingkungan dan masyarakat tempat ia hidup dan bersosialisasi.

Pameran “Eksistensi” tupai merupakan salah satu wujud kepekaan seniman terhadap kondisi masyarakat dan fenomena-fenomena yang terjadi di negeri ini. Kepekaan ini kemudian menjadi dorongan untuk selalu menggelitik kesadaran publik dengan menghadirkannya lewat karya-karya seni rupa yang unik dan metaforik.

Pada titik tertentu, kadangkala kita sebagai manusia terhenyak dengan segala isi pikiran manusia (termasuk kita sendiri tentunya) bahwa banyak hal yang dapat dimanfaatkan atau “dipinjam” sebagai media ungkap dalam seni rupa dan Gigih Wiyono adalah salah satu yang dapat mengolahnya dengan baik.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya