Senin, Agustus 23, 2010

Kupu-Kupu Kata-Kata #1

Oleh: Fariha Ilyas




Malam ini rasanya aku ingin sedikit bernostalgia, merajut beberapa fragmen waktu yang telah lalu, merangkainya dalam kata-kata yang mungkin akan menjadi sebuah cerita. Diiringi Meditation from The Thais Opera yang sendu, Clair de Lune yang dramatis dan menghanyutkan, kata-kata ini rasanya akan melayang-layang, lalu hinggap di suatu waktu untuk kemudian terbang lagi ke suatu waktu yang lain, seperti kupu-kupu kuning kecil yang biasa kukejar di masa kanak-kanakku dulu.

“Hanya sedikit persahabatan di dunia ini, apalagi persahabatan antara pihak-pihak yang tidak memandang rendah satu sama lain” (Francis Bacon)

Entah, sampai saat ini tak kutemukan sedikitpun penjelasan kenapa hari ini aku berada di sini bersama orang-orang dan sahabat-sahabat yang begitu berkesan bagiku. 23 Agustus 2007, itulah hari saat aku mengikuti pelantikan mahasiswa baru di kampus ini. Suasana hari itu masih sangat terasa. Hari itu aku untuk pertama kalinya melihat ketua prodiku, Pak Tjahjo. Yang menarik dan agak aneh buatku adalah sepatu yang dikenakan Pak Tjahjo kurang lazim dipakai untuk acara-acara formal.2 hari kemudian di gedung E aku mulai berkenalan dengan dosen-dosenku yang saat itu masih belum dapat kuhafal. Yang masih teringat adalah Pak Slamet Subiyantoro yang menyampaikan materi berjudul “ Manusia dan Kebudayaan”, saat itu aku terkesan dengan cara penyampaian beliau yang begitu elegan, dengan lugas dan sangat lancar. Hari itu pula pertama kalinya aku melihat Pak Lili Hartono yang baru kukenal namanya 1 semester kemudian. Lalu beberapa waktu kemudian aku membaca sebuah nama di silabi yang dibagikan di kelas, nama itu ditulis dengan ballpoint di pojok kanan atas, nama yang tertera adalah “Adam Wahida”, waktu itu kupikir itu pasti nama salah satu dosenku juga. Aku baru benar-benar mengenalnya 1 semester kemudian. Selain itu ada beberapa kawan yang membuatku terkesan di awal-awal masa kuliahku. Mereka itu adalah :

K32070xx : Kuceritakan padamu kawan, bahwa manusia yang satu ini adalah manusia aneh pertama yang kutemui di kota ini, masih dapat ku ingat bahwa penilainku tentang temanku yang satu ini sempat salah, kupikir dia adalah wanita brandalan yang telah mengalami berupa-rupa kehidupan yang menyeramkan, apalagi pernah suatu ketika kulihat dia sedang menghisap rokok dengan nikmatnya, aku merinding dibuatnya. Tapi setelah waktu berlalu dan aku punya kesempatan untuk berinteraksi dengan manusia satu ini, ternyata ia adalah pribadi yang unik, cerdas, nyebelin juga karena egonya besar.

K32070xx : Aku biasa memanggilnya “Si Gendut” bukan karena badannya gendut, karena perlu kau tau, kawan, bahwa ada bermacam-macam syarat yang diperlukan untuk meraih predikat gendut, dan temanku yang satu ini tidak punya satupun dari syarat-syarat yang tak perlu kujelaskan padamu, temanku ini hanya sedikit lebih besar dibanding teman- temanku yang lain..hahaha…tapi jangan salah dia memang tidak gendut, tubuhnya proporsional, dia cuma “besar”. Gadis ini (eh, sudah bukan bukan gadis) baik banget sama temen, dia polos, lugu, dan semacam itulah…rada pelit dikit (Cuma sedikit tapi) gampang panik. Tapi yang jelas dia salah satu teman yang paling ku sukai.

K32070xx : Temanku yang satu ini menawarkan sebuah paradoks yang menarik, penampilannya yang nge-“punk” sangat kontras dengan pembawaannya yang lembut dan sopan, sampai-sampai ku juga ngrasa gak enak setiap kali ku bertemu atau ngobrol dengan temanku ini.
Selain itu, seseorang yang yang kukenal pada waktu itu adalah pria bernama Teguh.Untuk soal ini masih bersambung, karena masih banyak yang harus aku tulis tentang semuanya.

“ Kita mencintai orang lain bukan karena diri orang yang dicintai itu, tapi karena bagaimana mereka membuat kita merasa dicintai” (Irwin Federman)

Pertengahan November 2007, waktu itu aku duduk santai sambil menghisap rokok kegemaranku, lalu tiba-tiba seorang mahasiswi dengan rambut panjang dan berkebaya putih menyanyi di hadapanku, tak ada perasaan apa-apa waktu itu, namun hatiku berkata bahwa suatu saat aku akan “berurusan” dengan gadis itu. Beberapa waktu lewat begitu saja sampai suatu ketika kulihat gadis itu di area parkir kampusku. Baju putih dengan motif polka dot, itu yang kuingat. Waktu itu si gadis sedang memegang hp-nya. Saat itu aku belum mengenal nama gadis itu namun perasaanku sudah dihinggapi virus yang menyerang hampir semua anak manusia , aku tertarik padanya. Sesudah itu aku masih melihat gadis itu pada :

3 Desember 2007, 10 Desember 2007 (Hari inilah pertama kali aku tahu nama gadis itu), 17 Desember 2007, 28 Desember 2007, 31 Desember 2008, 2 Januari 2008, 7 Januari 2008, 17 Januari 2008, 17 Januari 2008, 28 Januari 2008, 30 januari 2008, 12 Februari 2008, 22 Februari 2008, 25 Februari 2008, 28 Februari 2008, 10 Maret 2008, 13 Maret 2008, 13 Maret 2008, 18 Maret 2008, 26 Maret 2008, 27 Maret 2008, 10 april 2008. Dan tentunya pada beberapa hari lain yang terlupakan olehku. Kelak, setelah beberapa kejadian kulewati gadis itu akhirnya menjadi sahabat sekaligus kekasihku (walau sekarang tidak lagi). Mungkin penyakit yang satu inilah salah satu yang menyebabkan penaku terus bergerak.

Di kampusku ada nenek yang hampir setiap pagi kutemui. Nenek itulah yang setiap hari menyapu daun-daun yang luruh di kampusku, terutama bagian timur gedung E. suatu ketika aku ingin menulis sesuatu untuknya. Untuk Mbah Rombeng yang dulu menyapu kampusku setiap pagi.

Sapu-Sapu

Sapu-sapu yang mulai letih
Sapu-sapu yang mulai menua
Sapu-sapu yang diacuhkan
Sapu-sapu yang dilupakan

Sapu-sapu

Sapu-sapu berhati suci
Sapu-sapu tak kenal lelah
Sapu-sapu yang mulai patah
Sapu-sapu yang akan musnah

Sapu-sapu

Sapu-sapu itu akan kita ingat
Sapu-sapu itu terus kita kenang
Sapu-sapu yang kehilangan cinta
Cinta sesama manusia

(18 Februari 2008)

Mbah Rombeng sudah lama tidak menyapu kampus lagi, sesudah itu Yu Gelung yang menyapu kampus setiap pagi..


“Tiada setitik pun awan di langit, dan bulan pun telah terbit bersamaan dengan tenggelamnya matari. Dengan cepat ia naik dari kaki langit, menguningi segala dan semua yang tersentuh cahayanya. Juga hutan, juga laut, juga hewan dan manusia. Langit jernih, bersih dan terang. Di atas bumi Jawa lain lagi keadaannya ; gelisah, resah, seakan-akan manusia tak membutuhkan ketenteraman lagi “ (Pembukaan Novel Arus Balik, Pramoedya Ananta Toer)

Membicarakan hari-hari rasanya takkan lengkap tanpa membicarakan malam, ya, malam. Malam adalah saat yang gelap, gelap bukanlah keadaan tanpa cahaya tetapi kekurangan cahaya, begitu katanya. ehm berarti sebenarnya gelap itu tidak ada. Aku mulai jatuh cinta pada malam jauh sebelum kuinjakkan kakiku di bumi Surakarta ini. Malam bagiku adalah teman, ia setia memeluk dan mengisahkan banyak hal yang tak dapat kuketahui saat siang. Malam membuatku melihat sesuatu yang tak terlihat saat banyak cahaya yang menyilaukan di siang hari. Malam-malamku kadang sunyi kadang juga sangat gaduh.

Malam ini pun menjadi malam yang gaduh……sang kupu-kupu masih ingin terbang, menelusuri lorong waktu yang penuh kristal....

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya