Senin, Agustus 23, 2010

Tentang Dunia yang Penuh Cinta

Oleh: Fariha Ilyas



“Dia membunuh karena mereka saling menyayangi, sekarang kau merasakan yang aku rasakan, Itu yang terjadi setiap hari, itu yang terjadi setiap hari di seluruh dunia” (John Coffey dalam The Green Miles)

Cinta, rasa sayang, mungkin hal itu tidak asing lagi bagiku, hampir setiap hari aku mengatakan hal itu pada kawan, atau kekasihku, tak bosan-bosan aku meyakinkan seseorang betapa aku sangat mencintai dan menyayanginya. Di belahan bumi yang lain mungkin sama saja. Pada titik ini aku tersenyum, betapa dunia ini penuh cinta. Di mana-mana cinta. Setiap saat ada cinta.

Di tengah rasa sukacitaku, kudengar tangis lirih namun sangat mengiris hati, tangis itu jauh, sangat jauh. Entah dari mana asalnya. Aku bertanya-tanya, kenapa masih ada tangis jika cinta telah memenuhi seluruh bumi?

Kulakukan perjalanan angan, dari satu tempat ke tempat lain dalam bentang dunia pikiranku. Kutemui saudara-saudaraku, musuh-musuhku, dan orang-orang yang menyerupai diriku. Kutanyakan kepada mereka, apakah mereka mempunyai cinta? Mereka hanya diam dan saling menatap satu sama lain.Aku beranjak.

Kutapaki tanah penuh mayat dan kuhirup udara beraroma anyir darah. Kulihat sisa-sisa perang yang begitu tidak masuk akal. Betapa seorang manusia tega melukai manusia lain? Membunuh manusia lain? Kutemukan sepucuk surat, kubaca pelan, sebuah surat cinta. Dalam surat itu tertulis :

Lembar-demi lembar kitab suci dibaca manusia-manusia dungu, manusia-manusia bebal yang tak mengerti arti cinta. Manusia-manusia yang memenjarakan cinta dalam tembok hasrat yang tebalnya melebihi dunia yang mampu kau pikirkan. Apakah kau tak pernah berpikir bahwa zaman telah menceritakan terpenjaranya cinta? Apakah kau tak mendengar rintihan cinta? Cinta menantimu untuk membebaskannya, membiarkannya menyebar ke seluruh bumi dan membungkus setiap hati manusia.

Cinta, adalah hal yang samasekali belum kau ketahui. Jika kau membebaskannya dari belenggu ia akan mengajarimu segalanya, tentang bagaimana kau harus memahami “Yang Suci”. Beberapa kelompok manusia telah berusaha membebaskan cinta, namun kebanyakan dari mereka justru terjebak dalam belenggu yang menyerupai cinta.

Tuhan telah berfirman kepada seluruh alam ini untuk memberi tempat bagi cinta lebih dari apapun yang kau inginkan. Karena cinta adalah wadah, di mana segala sesuatu diletakkan. Tapi kau dan beberapa manusia tak pernah memberi tempat pada cinta, bahkan membelenggunya agar kau bisa memberi tempat untuk hal-hal lain yang kau inginkan.

Saat cinta terbelenggu, kau mulai merendahkan, menyakiti dan membunuh sesamamu. Bodohnya kau, karena alasan yang kau ajukan saat pertanggungjawabanmu diminta adalah: Cinta. Dosamu berlipat-lipat karena kau telah membelenggu cinta dan menyebarakan kebohongan tentang cinta.
Apakah yang akan terjadi nanti? Jika sekarang cinta tak segera kau bebaskan dari belenggunya. Apakah kau tak peduli jika anak cucumu nanti saling membunuh? Karena mereka tak pernah tahu apa itu cinta. Karena mereka kau bohongi.

Betapa bodohnya kau, yang telah mendustakan kitab suci yang mengajarkan cinta. Hingga pada akhirnya kedua kakimu tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan untuk mencari siapa sebenarnya “Yang Suci” itu.

Samar-samar terdengar nyanyian dari atas bukit berbatu. Aku bertanya-tanya, apakah itu kidung cinta Rumi kini tak mampu lagi menembus kebekuan zaman?

Aku berjalan lagi, menelusuri puing-puing, menapaki bentang dunia pikiranku. Dan setelah letih menyergapku. Aku berhenti. Diam.

Dalam diamku aku teringat isi surat cinta yang janggal itu. Lalu kulontarkan pertanyaan pada diriku sendiri : apakah memang dunia ini penuh cinta? benar, dunia ini memang penuh cinta, cinta yang terbelenggu oleh hasrat-hasrat manusia.

Malam yang biasa, 3 Mei 2010.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya