Oleh: Fariha Ilyas
Membicarakan ruang adalah membicarakan sesuatu yang mungkin terhingga(finite)namun tak terbatas (unbounded). Filsafat ruang menjelang abad 21 ditandai oleh beberapa upaya untuk menaklukkan ruang lewat teknologi waktu, lewat mesin kecepatan. Peringkasan jarak dan waktu melalui teknologi informasi dan komunikasi merupakan satu upaya dekonstruksi ruang. Saat ruang-ruang begitu mudah dimanipulasi, diduplikasi dan diproduksi tanpa batas lewat citraan-citraan, maka kegelisahan akan ruang menjadi sebuah keniscayaan. Kegelisaan ini pun ternyata memerlukan ruang, sekaligus membuka ruang.
Ruang yang sebelumnya berkaitan dengan jarak dan relasi antar waktu alat transportasi yang digunakan kini tidak berlaku lagi. Setidak-tidaknya ada tiga tahapan penguasaan ruang oleh mesin waktu. Pertama, tahap alamiah, ketika ruang dikuasai secara terbatas oleh tenaga alamiah yang hanya mampu menjelajahi ruang terbatas. Kedua, tahap mekanis, ketika ruang dikuasai oleh mesin-mesin, yang memungkinkan ekspansi dan eksplosi ruang dalam skala global. Ketiga, tahap mikroelektronik, ketika ruang dikuasai oleh mikroposessor yang kecepatannya mendekati kecepatan cahaya, sehingga memungkinkan terbentuknya hipersinkronisasi ruang. Tumpang-tindihnya berbagai ruang dalam satu media. Ini yang dikatakan Baudrillard sebagai implosi, di mana penjelajahan ruang tidak lagi lewat cara ekspansi, tetapi ruang ruang global yang telah dikuasai batas-batasnya mengerumuni manusia lewat citraan-citraan sintetis yang dihasilkan oleh simulasi elektroniknya. Ruang telah membuka sebuah “ruang pemikiran” tentang ruang.
Lalu, apa dan siapa yang membutuhkan ruang? apakah sebuah gagasan atau ide kreatif membutuhkan ruang? Jawabannya adalah: ya. Segala sesuatu membutuhkan ruang, untuk tumbuh, berkembang, bertransformasi, ber-evolusi atau berevolusi. Tanpa ruang, segala aktifitas mental menjadi tak berarti, bahkan sesuatu yang konkrit pun tak akan menemukan eksistensinya.
Mencari ruang adalah sebuah proses kreatif, karena ruang-ruang yang kita cari akan terbuka seiring ide kreatif yang dihasilkan. Maka mencari ruang adalah sebuah proses yang berhimpitan dengan tujuannya.
Di sinilah kita memaknai bahwa ruang bukanlah melulu kita peroleh begitu saja (a taken for granted), namun ruang harus dicari, dengan ekspansi, dengan aktifitas dan kreatifitas. Selain memperkaya pengalaman, mencari ruang ini adalah bentuk perlawanan terhadap kondisi kita yang hampir saja terkurung ruang-ruang semu, yang berpotensi mereduksi pengalaman alamiah manusia.
(Malam biasa, 29 Mei 2010)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya