Minggu, Agustus 22, 2010

Gemerisik Dedaunan (1)


Dan pada akhirnya, bukan berapa tahun dalam kehidupan anda yang dilihat. Tapi, kehidupan dalam tahun-tahun tersebut. (Abraham Lincoln)

Pagi yang mendung, redup namun sangat menggoda. Dedaunan masih basah karena hujan semalam. Ada segumpal hati yang masih galau karena ridu semalam. Ada juga lembaran kertas yang masih kosong karena rasa kantuk semalam.

Pagi ini kuawali hari yang baru, hhmm..setiap hari adalah hari yang baru. Namun seringkali aku tak merasakan kebaruan itu….karena apa? Karena selain masalah baru yang akan menghampirku hari ini, ternyata aku masih menyimpan masalah-masalah kemarin dalam pikiranku, aku membawanya hingga hari ini. Aku bertanya pada diriku sendiri, apa salah pagi ini? Hari ini? Semenjak matahari memamerkan elok semburatnya, pagi ini tak memberiku kesusahan apapun! Apa salah pagi ini? Hari ini?

Huuhh….ternyata aku yang menghianati pagi ini, hari ini. Aku selalu menghubungkan hari ini dengan hari-hari kemarin layaknya benang panjang yang tak habis-habis. Aku takut jika keadaan berbalik, jika hari-hari menghakimiku, maka kebaikan yang kulakukan hari ini akan menjadi tidak berarti, tertutup keburukanku di hari-hari yang telah lalu.

Apa salah pagi ini? Hari ini? Jika ia menghadirkan dunia yang sama, mempertemukan kita dengan orang-orang yang sama….

Apakah kita selalu berharap kebaruan pada hari-hari yang terus berganti? Dan apakah kebaruan yang kita inginkan itu? Bagaimana jika kita terpasung di kamar sempit dan gelap? Bagaimana jika di kamar itu kita tak dapat melihat apapun dan mendengar apapun? Masihkah hari-hari berarti? Masihkah waktu akan tetap bermakna?

Jawabannya tentu ada pada diri kita masing-masing, bagaimana kita memaknai dimensi waktu itu sendiri. Karena waktu bukan hanya masalah “jarak” antar peristiwa.
(Suatu Pagi di Kampus)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya