Senin, Januari 23, 2012

Pada Suatu Senja yang Terlewat

Oleh: Fariha Ilyas

......dan barangkali hidup tak seluruhnya mesti dicecap, sebagian daripadanya mesti direlakan untuk berlalu tanpa teralami. (Han)

Tanpa aba-aba, karena mungkin telah menjadi rentetan yang tertib, hari menjadi hitam. Aku terlena dalam kekacauan. Setumpuk buku yang kukira akan menuntunku sore tadi justru menghempaskanku ke tepian jurang yang dalam. Hampir saja aku terperosok dan binasa. Tapi aku tak mau.

Kulemparkan buku-buku pembunuh itu dengan rasa muak dan benci. Muak dan benci pada diriku sendiri yang tak mampu. Kupejamkan mataku dan aku masuk ke sebuah dunia gelap, lebih gelap dari awal malam ini, atau bahkan akhirnya nanti. Di dalam kepekatan yang tak tersentuh cahaya itu aku berjalan menabrak-nabrak. Rasanya aku terluka, tapi luka itu tak nampak, dan tak mungkin akan nampak, ia hanya mampu kuraba dan kuperkirakan seberapa parahnya.

Kemudian aku merasakan kedua kakiku tak menjejak apa-apa. Aku melayang, dalam gelap yang masih sama. Entah berapa lama gelap itu, aku tak tahu, karena aku tak merasakan waktu. Aku hilang kesadaran, pingsan, dan mungkin mati.

Diam. Diam. Diam.

Diam. Diam. Diam.

“Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhh!” teriakku. Aku merasakan ada guncangan maha hebat yang menghempasku. Melemparkanku dari ketiadaan sadarku yang tak kuketahui awalnya. Aku terjatuh, terjatuh, terjatuh, terus terjatuh tanpa henti-henti. Aku frustasi dengan ketidakpastian ini. Terlalu menyiksa. Sial! Karena kesadaranku ada maka nalarku bekerja. Aku berharap akan segera mendarat, walau ada ketakutan pada mati. Aku berharap kabar pasti bahwa aku tak akan pernah mendarat. Hanya untuk membuatku mengerti akan kepastian. Setelah itu aku akan abaikan pikiranku. Setidaknya dengan kepastian itu aku tahu mana yang akan berguna dan percuma.

Aku masih merasa terjatuh. Melayang-layang. Aku pingsan lagi, karena entah. Atau aku mati lagi?

Aku mati. Mati.

Mati.

Senja barangkali akan terus berganti-ganti. Sedang aku akan mengiringya dengan pasrah. Senja kali ini aku mati.

Senja esok, mungkin aku akan hidup kembali.


(Surakarta, 15 November 2011)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya