Senin, Januari 23, 2012

Stasiun

Oleh: Fariha Ilyas


pada suatu sore

yang gelap, yang basah, yang hujan

tak ada kesusahan yang kurasa, tak jua kesenangan

hanya penerimaan


di jalan-jalan

yang sedikit sepi, yang basah, yang tergenangi

tak ada senyum yang kulihat, tak jua tangis

hanya kuyup


di stasiun

yang ramai, yang sibuk, yang hiruk-pikuk

kutemui sebuah miniatur dunia

tak ada henti


di stasiun

pada saat yang sama, saat kereta tiba

derit cakramnya tak seberapa kentara

namun ia menggetarkan hati

siapa yang datang dan akan pergi


di stasiun-lah harusnya para penyair hidup

jika ia memang selalu ingin berburu rasa

namun stasiun tak peduli, lama-lama

ia terus saja seperti itu

menjadi tempat tumpahnya rasa


aku teringat pada chairil


suatu waktu pernah kubaca tentangnya

bahwa ia sering nampak

di stasiun senen, sedang berbaring

dan kepalanya di atas paha seorang pelacur.


chairil, telah lama mengerti bahwa

stasiun adalah sebuah miniatur dunia.

stasiun menjadi wadah

bagi puncak-puncak perasaan manusia.


memang tak ada tempat lain,

sebaik stasiun, terminal,

atau tempat-tempat persinggahan lainnya

di mana kita dapat menyaksikan

orang-orang mendapati dan melepas

sesuatu yang berharga baginya.


di stasiun aku mengerti

arti nilai

dan kebermaknaan.



(Saat gerimis masih. Surakarta, 20 Desember 2011)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya