Oleh: Fariha Ilyas
Dalam kamar kos yang tiga tahun lebih kuhuni --- dan anehnya tiga tahun itu hanya tinggal sebutan saja --- karena seperti nominal uang yang seberapapun besarnya tak akan berarti apa-apa jika kita bukan pemilik uang itu. Ya, tiga tahun lebih, itu hanya penjelasan saja soal waktu, apa rasa dari waktu selama tiga tahun lebih itu? Jawabannya adalah: tak ada rasa.
Sebuah kipas angin kecil menengok ke arahku dan berkata: “Aku sering pusing”
Tak kujawab keluhnya, karena bagiku ia kubeli untuk selalu bersedia pusing untukku, demi mengurangi rasa gerah di kamar ini saat siang begitu panasnya. Kipas angin itu diam saja karena sembari tetap diam aku ganti melotot kepadanya.
Lalu ada sebuah helm ganti berkata: “Kau orang yang besar kepala, aku hampir sesak nafas membungkus kepalamu itu”
Bangsat, sejak kapan helm bisa mengerti majas, dan lebih keparatnya, majas itu dipakai untuk menyindirku.
Ah, ia hanya ingin memancing emosiku barangkali. Karena itulah ia tak kutanggapi.
Ada sekotak tissue yang lunglai salah satu lembarnya yang menjulur keluar, dan berkata: “Kau lemah sekali, lunglai, seperti aku”
Hhmm, rupanya malam ini benda-benda sialan itu sedang bersekongkol mengejekku. Oke, baiklah kipas angin, baiklah helmku, baiklah sang tissue. Nampaknya malam ini kami perlu diskusi lebih intens, supaya kami mencapai kata sepakat tentang bagaimana hubungan kami ini akan dirumuskan kembali. Karena esok kami mesti menjalani kehidupan ini bersama-sama, sesuai tugas dan fungsi kami masing-masing.
Malam ini akhirnya ada sebuah pertemuan penting antara aku dengan kipas angin, helm, sekotak tissue, buku-buku, bros kupu-kupu, sapu lantai, kertas-kertas bekas, plastik, gelas, kaset-kaset.....
Ah, sial! Mereka terlalu dominan, dan karena mereka tahu aku sedang tak terlalu punya greget meladeni ocehan mereka, mereka beramai-ramai mengintimidasi, memakiku.
“kamu itu bla bla bla........!”
“kamu kurang a, b, c, d, e, .......!”
Riuh sekali, kepalaku berputar-putar tak karuan, telingaku pekak mendengar ocehan-ocehan ramai tak berjeda. Seperti pasar malam, yang penuh anak-anak dan musik yang diputar, penyemarak suasana? Atau pengacau suasana?
Kepalaku berputar-putar, ada sapu melotot, kipas angin yang bergeleng tak puas, sekotak tissue yang melirikku culas, buku-buku yang mengejek.....
Aku ingin lari, tapi aku tak tahu lagi di mana pintu kamarku...
(Malam. Surakarta, 11 Januari 2012)
Dalam kamar kos yang tiga tahun lebih kuhuni --- dan anehnya tiga tahun itu hanya tinggal sebutan saja --- karena seperti nominal uang yang seberapapun besarnya tak akan berarti apa-apa jika kita bukan pemilik uang itu. Ya, tiga tahun lebih, itu hanya penjelasan saja soal waktu, apa rasa dari waktu selama tiga tahun lebih itu? Jawabannya adalah: tak ada rasa.
Sebuah kipas angin kecil menengok ke arahku dan berkata: “Aku sering pusing”
Tak kujawab keluhnya, karena bagiku ia kubeli untuk selalu bersedia pusing untukku, demi mengurangi rasa gerah di kamar ini saat siang begitu panasnya. Kipas angin itu diam saja karena sembari tetap diam aku ganti melotot kepadanya.
Lalu ada sebuah helm ganti berkata: “Kau orang yang besar kepala, aku hampir sesak nafas membungkus kepalamu itu”
Bangsat, sejak kapan helm bisa mengerti majas, dan lebih keparatnya, majas itu dipakai untuk menyindirku.
Ah, ia hanya ingin memancing emosiku barangkali. Karena itulah ia tak kutanggapi.
Ada sekotak tissue yang lunglai salah satu lembarnya yang menjulur keluar, dan berkata: “Kau lemah sekali, lunglai, seperti aku”
Hhmm, rupanya malam ini benda-benda sialan itu sedang bersekongkol mengejekku. Oke, baiklah kipas angin, baiklah helmku, baiklah sang tissue. Nampaknya malam ini kami perlu diskusi lebih intens, supaya kami mencapai kata sepakat tentang bagaimana hubungan kami ini akan dirumuskan kembali. Karena esok kami mesti menjalani kehidupan ini bersama-sama, sesuai tugas dan fungsi kami masing-masing.
Malam ini akhirnya ada sebuah pertemuan penting antara aku dengan kipas angin, helm, sekotak tissue, buku-buku, bros kupu-kupu, sapu lantai, kertas-kertas bekas, plastik, gelas, kaset-kaset.....
Ah, sial! Mereka terlalu dominan, dan karena mereka tahu aku sedang tak terlalu punya greget meladeni ocehan mereka, mereka beramai-ramai mengintimidasi, memakiku.
“kamu itu bla bla bla........!”
“kamu kurang a, b, c, d, e, .......!”
Riuh sekali, kepalaku berputar-putar tak karuan, telingaku pekak mendengar ocehan-ocehan ramai tak berjeda. Seperti pasar malam, yang penuh anak-anak dan musik yang diputar, penyemarak suasana? Atau pengacau suasana?
Kepalaku berputar-putar, ada sapu melotot, kipas angin yang bergeleng tak puas, sekotak tissue yang melirikku culas, buku-buku yang mengejek.....
Aku ingin lari, tapi aku tak tahu lagi di mana pintu kamarku...
(Malam. Surakarta, 11 Januari 2012)
1 komentar:
Bros kupu-kupuuu... hahahaha....
Posting Komentar
Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya