Oleh: Fariha Ilyas
Kawan, entah dari mana datangnya gejolak untuk menuliskan surat sederhana ini. Aku sendiri tak pernah benar-benar mengerti apa sebenarnya yang membuat kita memikirkan sesuatu, yang kadangkala begitu kuatnya hingga sesuatu itu tak hanya ingin bersemayam di dunia pikiran, ia ingin menerobos keluar, bergabung dengan khidupan kita senyatanya.
Kawan, bisa jadi apa yang kita katakan sebagai hubungan persahabatan itu palsu belaka, karena toh kita berhubungan atas dasar dorongan kepentingan-kepentingan kita sendiri. Kita hampir tak pernah melakukan sesuatu dalam dunia tanpa tendensi.
Sore ini aku tak peduli dengan apapun yang memotivasi kita dalam hubungan ini. Aku hanya ingin membicarakan nilai, kualitas, dan kebermaknaan.
Kawan, mungkin aku tak mengerti apa-apa dalam hidup ini, aku hanyalah pelaku biasa yang tak punya pendapat khusus tentang apa sebenarnya hidup ini. Namun, walau aku tak mengerti, aku sedikit bisa merasa, sepertimu juga yang berperasaan.
Aku pernah, dan kalian juga pernah mengalami berbagai gejolak universal dalam hubungan kita yang walau tak langgeng namun selalu ingin kita simpan dan awetkan ini. Rasa benci, curiga, dan berbagai perasaan lain tentu sering hinggap dalam perasaan kita masing-masing. Tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan itu semua, karena berarti kita masih punya reaksi terhadap hal-hal yang mengusik diri kita, walaupun semua itu terjadi dalam bingkai yang kita sebut sebagai persahabatan.
Persahabatan tentu tidak akan membuat kita meniadakan diri kita sendiri. Kita adalah sekumpulan individu yang masih mengerti berupa-rupa perbedaan yang menjadikan diri kita unik. Kita mengerti bahwa perbedaan-perbedaan itu tetap ada, yang kadang tetap perlu kita perdebatkan dengan kepala dingin. Kita sama-sama tak suka diam dengan perbedaan karena kita terbuka kepada kemungkinan akan pendewasaan diri yang bisa kita peroleh dari proses interaksi kita.
Sering aku bertanya kenapa kita seolah tak pernah merasakan saat ini, waktu ini. Hingga kita sering tiba pada suatu titik di mana kita merindui sebuah peristiwa. Kita seringkali membangun monumen sejarah usang yang mati. Kenapa kita masih senang terdampar di suatu waktu yang mengasingkan kita dengan hari ini? kemudian kita mulai menangis.
Sahabat, apakah kita mampu menghidupkan segala peristiwa yang terjadi? Mencegahnya menjadi beku dan lambat-laun tak bernyawa lagi.
Kita dan waktu ini, adalah sebuah gerak sejarah yang hidup. Yang sedang menuju yang absolut.
(18 Juni- 25 September 2011)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya