Rabu, Oktober 19, 2011

HARI

Oleh: Fariha Ilyas


Untuk kawan-kawanku

Hari ini mungkin adalah hari biasa, hanya sebuah keberlanjutan dari hari kemarin. Tak ada yang berbeda dengan hari ini, kemarin, atau esok. Hari hanyalah penanda untuk mematok perjalanan waktu yang tak pernah berhenti.

Hari ini menjadi berarti karena sesuatu yang kita lekatkan kepadanya. Banyak hal yang selalu ingin kita ingat, kita kenang, kita maknai, kita peringati. Bisa jadi hal itu terjadi karena rasa takut kita akan kehilangan sebuah ingatan. Namun sebenarnya bukan hanya itu, kita selalu mendamba kebermaknaan, kita selalu ingin melahirkan makna-makna.

Hari ini adalah hari yang berarti, karena kita temukan diri kita dalam kehidupan, dan menjadi bagian dari kompleksitasnya. Kita tentu akan tertarik mundur ke belakang, ke hari kelahiran kita. Karena lahir atau mati bukan berada dalam kekuasaan kita maka selayaknya kita memperingati ketakberdayaan.

Hari ini kita sama-sama menginsyafi bahwa awal mula hidup kita adalah ketakberdayaan. Kita tak dapat mengatur atau merencanakan hari kelahiran kita sendiri. Bagi orang lain itu mungkin dapat diterka, tapi tidak dalam sudut pandang kita sendiri sebab kita dahulu pun tak tahu bahwa kita akan lahir.

Hari ini dengan berlalunya waktu, kita tentu mensyukuri ketidakberdayaan itu pada akhirnya mengantarkan kita pada sebuah kesadaran akan peran orang-orang yang mencintai kita, merawat kita, dan merasa bahagia atas kehadiran kita di tengah-tengah mereka. Kita takkan pernah sampai pada hari ini sendirian.

Hari ini kita tentu mulai menemukan arti hidup kita diantara rimba kehidupan yang multisubyek ini. Kita menyadari bahwa hidup kita adalah rajutan dari apa yang kita miliki dan apa yang orang lain artikan tentang semua hal yang kita miliki itu.

Hari ini aku ingin kau mengerti bahwa aku adalah salah satu dari orang yang ingin memaknaimu dengan segala yang kau miliki.

Hari ini ingin kutandai dalam satu kata: Kejujuran.

Sederhana memang, karena kejujuran adalah nama lain dari apa yang senyatanya, apa yang mamang ada dan terjadi. Tak perlu ada upaya apapun dalam kejujuran itu selain kembali kepada kenyataan itu sendiri.

Bagiku kejujuran adalah sebuah ruang yang menampung segala kenyataan, sebaik atau seburuk apapun kanyataan itu. Dalam kejujuran baik dan buruk bukan merupakan predikat lagi, nilainya menjadi sama. Kejujuran membuat yang baik dan yang buruk berubah wujud menjadi satu hal, melebur menjadi satu kata: Kebenaran.

Hari ini aku ingin mengatakan bahwa aku sangat menyayangimu, kawan. Aku juga ingin mengatakan kepadamu bahwa aku bukanlah sosok manusia sempurna yang tak bercacat. Kadangkala aku menyayatkan luka yang tak nampak olehmu. Aku melukaimu dengan jalan melukai segenap perasaan yang kita hidupi bersama selama ini. Sebenarnya aku sendirilah yang layak merasakan sakitnya luka itu, karena perasaan yang kusayat dengan pisau keserakahanku adalah perasaan yang ada dalam benakku sendiri yang semestinya aku jaga layaknya engkau menjaganya di benakmu.

Hanya itu kejujuran yang ingin kukatakan saat ini. Semoga ucap singkatku tentang kejujuran itu mampu meleburkan dua hal yang berlawanan. Semoga kebenaran ini kau ketahui.

Hari ini semoga kau mampu menggapai kebermaknaan yang diimpikan semua manusia, yang akan menjadikan keterbantangan waktu ini tak hanya kosong. Yang akan membangkitkan nilai-nilai dalam kehidupan yang telah, sedang, dan akan kau jalani.

Hari esok tentu masih kita harap menjelang menjemput kita, memberi kita kesempatan untuk merampungkan berbagai persoalan yang muncul dan membiak di benak kita. Aku ingin merampungkan banyak hal denganmu. Bahkan jika tuhan memang setuju dengan inginku, aku ingin merampungkan hidupku bersamamu.

(Surakarta, 21 Juni 2011)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya