Oleh: Fariha Ilyas
Dalam film “The Legend of Bagger Vance” dikisahkan tentang Rannulph Junuh yang berjuang menemukan kemampuan golfnya yang sirna karena trauma dalam perang Dunia I. Bagger Vance, seorang yang misterius tiba-tiba datang di suatu malam menjelang turnamen yang akan diikuti Junuh, ia menawarkan diri menjadi caddy, dan pada akhirnya Junuh menemukan kembali kemampuannya dan berhasil menjuarai turnamen. Salah satu yang menarik adalah latar belakang film itu adalah saat depresi besar (great depression) melanda Amerika. Dalam film itu digambarkan bahwa pertandingan golf antara junuh, Walter Hagen, dan Bobby Jones merupakan pertandingan yang mampu mengangkat semangat warga yang saat itu sedang kesulitan dalam menghadapi depresi besar.
Film “Cinderella Man”, yang dingkat dari kisah nyata petinju James J. Braddock, juga mengambil latar belakang masa depresi besar, di mana amerika mengalami kehancuran ekonomi yang luar biasa. Dalam film itu, tak jauh beda dengan The Legend of Bagger Vance, pertarungan James J. Baraddock dengan Max Baer juga bukan sekedar pertandingan memperebutkan gelar juara dunia, namun juga merupakan suntikan semangat kepada masyarakat, entah semangat apa dan semangat untuk apa. Untuk bangkit dari krisis barangkali?
Kedua film tersebut, walau bersumber dari kisah rekaan dan kisah nyata, namun menyajikan hal yang sama, yaitu apa yang kita sebut sebagai ekstasi permainan. Hingga saat ini, kita masih sering menemukan hal tersebut dan yang paling mencolok adalah dari dunia olah raga. Sejarah mencatat banyak peristiwa tentang hal serupa.
Pertandingan sepak bola Piala Duni 1994 di Amerika mampu menghipnotis sekitar 1 Milyar manusia dalam sebuah ekstasi tontonan; mampu meneggelamkan jutaan rakyat Rumania dalam ekstasi penyambutan bagi sang bintang sepakbola dunia, Hagi, sambil sejenak melecehkan dan tak merngacuhkan presiden mereka sendiri; bahkan mampu membuat seseorang untuk bunuh diri karena kecewa. Saat ini, pengaruh sepak bola makin besar dan menggila. Baik lokal maupun internasional.
Kadangkala kita butuh sebuah peristiwa untuk mendorong kita yang sedang lelah, dan membakar semangat kita yang sedang padam. Motivasi eksternal memang kita perlukan saat kita tak mampu lagi membangkitkan sendiri semangat kita. Mungkin karena itulah buku-buku dan training motivasi masih saja laku. Walau sebenarnya setiap orang punya kekuatan untuk bangkit sendiri.
Yang jarang kita sadari adalah peristiwa-peristiwa eksternal itu kadang menarik kita terlalu jauh, kita menjadi terlalu asyik dalam bius permainan, sehingga sebenarnya kita tidak sedang mendapatkan semangat dari dunia permainan (olah raga) misalanya, kita sedang larut dalam ekstasi permainan, kita terjebak di dalamnya, kita lupa segala masalah dan kesedihan kita. Kita menjadibegitu bergairah dalam bingkai semu ekstasi permainan yang mampu menyedot segebap perhatian kita. Namun masalah kita tidak pernah benar-benar selesai.
Di akhir film tak diceritakan apakah sesudah kemenangan Rannulph Junuh dan James J. Braddock benar-benar membuat masyarakat Amerika mendapatkan semangatnya untuk keluar dari krisis.
Ya, itu hanya film. Namun apa yang digambarkan di dalamnya sedikit banyak mengingatkan kita pada beberapa peristiwa sejarah, dan yang lebih penting adalah membuat kita merenungi kembali diri dan apa yang diinginkan oleh diri saat kita berada dalam kesulitan dan penderitaan. Kadangkala kita tak butuh solusi saat itu, kita hanya perlu mengalihkan pikiran.
Kita patut bertanya, mengapa kita perlu melupakan sesuatu, walau hanya sejenak.
(Surakarta, 7 Juni 2011)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya