Oleh: Fariha Ilyas
Jeda memberitahu kita tentang apa yang akan terjadi, jeda membuat kita tak terlampau resah dalam penantian karena kita tahu apa yang sedang terjadi hanya sementara. Kita tahu itu.
Jarak mengirim kabar tentang di mana kita berada, ia membisikkan seberapa besar kemampuan dan kekuatan kita melewatinya. Jarak bukan kekosongan, ia adalah sesuatu yang benar-benar ada. Bahkan kadangkala jarak begitu pentingnya, karena tanpa itu kita tak bisa menemukan diri kita sendiri, kita tak mampu melihat apa-apa tanpa jarak. Jarak kadang mengantarkan kita, bukan melulu memisahkan.
Batas adalah tipuan, kita tak pernah mampu mengetahuinya dengan pasti. Kapankah tepatnya siang digantikan malam? Kapankah tepatnya batas antara malam dan pagi? Semua terasa begitu kabur. Manakah batas antara lautan dan daratan? Pantai? Sedang air laut terus bergerak-gerak tak menetap. Manakah batas terang dan gelap?
Batas itu adalah ciptaan kita sendiri, yang kita katakan karena kebingungan kita pada dua hal yang nampak berbeda, dan mau tak mau kita harus memisahkan itu dengan istilah-istilah agar kita tak terlampau bingung menghadapinya.
Segala hal sambung-menyambung, saling terkait. Banyak hal yang nampak berbeda, bahkan kadang berlawanan. Namun sebenarnya hal-hal semacam itu tak ada.
Batas adalah upaya kita memperjelas, yang alasannya kadang hanyalah paranoia.
Karena jeda nafasku tertata, karena jarak pandanganku lega, karena batas aku berduka.
(Surakarta, 7 Juni 2011)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya