Jumat, Desember 31, 2010

Sehelai Rambut Pacarku

Oleh: Fariha Ilyas


Hari ini kukirimkan pesan kepadamu di selembar kertas putih yang berisi beberapa kalimat. Kenapa pula aku kirimkan pesan itu di sehelai kertas jika akau bisa menemuimu dengan mudah? Aku tak punya alasan yang panjang, kurasa selembar kertas dan kata-kata itu adalah caraku untuk mempermudah dirimu membuat pilihan, sekaligus memaksamu untuk tidak memilih. Jika kau tak suka, mudahlah bagimu untuk merobek selembar kertasku itu, tanpa perlu mengindahkan apapun yang tertulis di atasnya. Jika kau suka maka bacalah dulu pesanku, yang sebenarnya hanya kutulis dengan pena biasa. Namun sepanjang yang kumengerti, kata-kata selalu membuat pahatan di pikiran pembacanya.


Setelah kau baca pesanku, aku telah berhasil membuat pikiranku terisi oleh pesan yang takkan terhapus. Kau hanya bisa melupakan, namun takkan bisa menghilangkan pahatan pesanku di kepalamu.


Laras, sore itu entah kenapa aku dan beberapa saat aku merasa bahwa semua hal yang kualami hanya mimpi. Aku seperti tercerabut dari penilainku tentang kita, tentang semua ini. Bayang bayang akan suatu waktu yang akan tiba begitu menggangguku, hingga aku merasa kehilangan segala hal yang sebenarnya masih ada dalam genggaman.


Laras, mungkin kau tak mengerti apa yang aku rasakan saat itu. Kau berdiri memunggungiku, memejamkan mata, dan membiarkan rambut panjangmu terbuai lembut oleh angin yang telah melewati lembah-lembah nun jauh di sana. Saat itulah aku tak kuasa menahan keinginanku menyentuh rambut panjangmu. Kau tetap saja diam, rupanya kau terbius oleh suasana sore itu yang terasa begitu membuai. Tanpa kuduga sehelai rambutmu terlepas dari gumpalan mahkota indahmu, melilit diantara jari jemariku. Kuamati sehelai rambutmu yang panjang. Aku tersenyum.


Masihkah kau ingat dulu saat kau kecil, Laras? Kau adalah gadis kecil berambut pendek, kata orang kau hampir serupa dengan anak laki-laki seusiamu. Kau pun pernah bercerita kepadaku kenapa kau dulu tak pernah menyukai rambut panjang. Aku masih ingat betul apa yang kau katakan. Selalu.


Saat kau masih terpejam, diam-diam kumasukkan sehelai rambutmu ke dalam saku bajuku. Lalu kusimpan baik-baik di antara lembar-lembar sebuah buku. Setiap malam, kubuka lembar itu dan aku selalu tersenyum melihat sehelai rambut panjangmu. Bukan karena itu adalah sehelai rambut pacarku, namun karena itu adalah salah satu tanda betapa panjang waktu yang kau lewati dari seorang gadis kecil yang tomboi, menjadi seorang wanita dewasa yang anggun dan memesona.


Saat kau selesai membaca pesanku ini, aku berharap kau ingat pada beberapa hal yang telah lama lewat. Atau kau masih ingin melupakannya? Lupakan saja jika memang kau bisa.


(Surakarta, 18 Oktober 2010)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya