Rabu, Januari 14, 2015

Tuhan, yang Kami Pantati

 Para jama'ah maghrib sulit memulai sholat dengan tenang. Terang saja, mbah Ni, yang biasanya berjaga di depan masjid dan sholat setelah para jama'ah pergi "mendadak" kini berada di hadapan kami, menjadi imam.Haji Markum, entah ke mana dia. Kang Fajri, muadzin yang biasa menjadi badalnya pun kali ini tak hadir.Entah kenapa, kebetulan tak ada yang mau maju jadi imam. Mbah Ni akhirnya menjadi imam kami maghrib kali ini. Meninggalkan puluhan motor di luar sana, di halaman masjid kota yang rawan.Memang, [...]
Baca Selengkapnya... → Tuhan, yang Kami Pantati

Cerita Hujan

 Seperti suara snare, di atap. Rapat...... dan sruputan kopi panas membawaku kembali dari perjalan ulang-alik dari satu realitas ke realitas lain pada sore di awal tahun ini...... sebuah buku catatan terbuka di atas meja, di samping asbak. Di lembar-lembarnya liku-liku. Pada setiap kata adalah laku yang telah lalu. Ialah autobiografiku yang pasti akan membuatmu tertawa jika membacanya. Autobiografi yang dianggap konyol olehku sendiri. “kok bisa-bisanya ya?”, begitu gumamku sambil menahan tawa [...]
Baca Selengkapnya... → Cerita Hujan

Senin, Desember 15, 2014

Khotbah Wayne Mies di Masjid para Imigran

Saudara-saudaraku sekalian.. Jum’at ini kita lagi-lagi berkumpul untuk sembahyang bersama, seperti jum’at-jum’at yang lalu. Saya sebenarnya agak merasa bimbang beberapa hari ini, apa yang harus saya sampaikan untuk diri saya sendiri yang bodoh ini. Saya bisa mangkir, dan memilih untuk menenggelamkan diri di perpustakaan, atau hiking sekadar untuk merasakan kebesaran alam, dan tak perlu lagi saya ucap apa-apa kepada diri saya ini. Namun, saya pada akhirnya mesti harus tetap menjalankan tugas [...]
Baca Selengkapnya... → Khotbah Wayne Mies di Masjid para Imigran

Kata yang Menunggu

Kisah ini baru saja dimulai. Ya, baru saja. Aku ingin memulainya saat tak lagi ada cerita masa lalu yang dapat kuingat. Orang selalu butuh cerita. Tak hanya butuh, tetapi orang memang hidup dalam sebuah cerita. Hidup adalah cerita yang tak pernah jelas kapan dimulainya.  Di dalamya kita kadang-kadang berpikir, mencari cara, merancang akhir. Tak semua mesti dipikirkan, memang. Seperti saat kita bicara di sebuah kafe suatu sore. Kata-kata meluncur begitu saja seperti hembus angis di sawah [...]
Baca Selengkapnya... → Kata yang Menunggu

Kejahatan yang Bernyawa

Sekar, malam ini aku tak pulang. Kubalikkan arah setelah hampir saja aku tiba di halaman rumah. Jalanan sepi malam ini. Lebih senyap lagi gang-gang kecil yang kulewati. Di salah satu gang kudapati tikus got yang sepertinya baru saja mati. Ah, seekor tikus yang mati. Pikiranku melayang jauh ke tanah seberang. Di mana banyak sekali manusia yang mati. Mati dibunuh. Ya, dibunuh dengan keji. Tiada kata yang cukup kasar untuk menggambarkan kebiadaban yang begitu nyata membuat manusia sendiri menjadi [...]
Baca Selengkapnya... → Kejahatan yang Bernyawa