Jumat, Februari 10, 2012

Pelenyap dalam Kefanaan

Oleh: Fariha Ilyas


Angin masih, menggoyang rerumputan yang lembut dan bersahaja, pada sore yang tak kalah sederhananya. Aku pun masih, meniup-menghisap harmonikaku yang mengeluarkan nada-nada acak, karena kumainkan dia tanpa peran otak, tanpa rencana. Melodinya liar namun rapat seperti rerumputan yang bergerak bebas, tanpa tercerabut dari tanah, tempatnya tumbuh.

Lama sekali rasanya waktu, jika benak tak mau beranjak dari satu titik yang mengikat, membelenggu, mengabadikan rindu. Saat ini sekarang seperti hilang tertelan pusaran yang begitu kuat menghisap kesadaranku akan kekinian. Pusaran itu datang dari sebuah titik di masa lalu yang sangat jauh, jauhnya seperti cakrawala, di mana batas bumi dan langit berhimpit.

Kesadaranku pulang, tanpa kusangka, saat terasa ada sentuhan di bahuku, lemah sekali sentuhan itu, namun tetap kurasa. Ah, rupanya kau.

Kau datang, dan selalu datang menggerakkan waktuku. Tak pernah kita lewatkan pertemuan seperti ini tanpa rasa, tanpa makna. Untuk itulah setelah itu -- dalam berjalannya waktu – kita tak pernah merasakan jemu. Entah apa yang membuat kita terpisah dari sifat waktu yang sering mengundang bosan, kejenuhan.

Mungkin karena kita sama-sama tak hirau lagi pada diri, pada angin, pada rerumputan. Tak ada yang kita perhatikan, tak ada yang kita biarkan menancap di pikiran kita, lalu menjadi imaji, ingatan, dan sering-sering menjadi bosan.

Kau adalah pelenyapku dalam kefanaan. Terimakasih atas hadirmu. Sore menjadi sederhana, akhirnya, tanpa rindu, tanpa belenggu, seperti kataku tadi.

(Surakarta, 10 Februari 2012)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis apa yang anda pikirkan terkait tulisan-tulisan saya