Rabu, Februari 25, 2009

Senja (1)


Senja kembali hadirkan kenangan sederetan masa, dan mendung seolah bercerita tentang luka-luka yang tak jua mengering nun jauh terpendam di dalam dada

Apakah malam-malam akan bernyanyi? atau ia kan hadirkan jeritan dari jiwa-jiwa yang kesepian?

Pertanyaan takkan pernah ada habisnya, walau mata air jiwa tak pernah berhenti memancarkan jawaban-jawaban untuknya


Kembali terjatuh dalam lembah-lembah sunyi dan terpuruk dalam ketiadaan yang tak pernah peduli


Aku, senja dan mendung...dialog yang tak berujung pangkal



(31 Januari 2008)



Baca Selengkapnya... → Senja (1)

Sabtu, Februari 21, 2009

Surat Terakhir



RUANG DAN WAKTU YANG MENGIKAT

Dulu, aku pernah berjanji akan menulis surat untukmu dengan tanganku sendiri, dan inilah surat yang kujanjikan itu. Seumur hidupku belum pernah kutulis satu suratpun untuk seseorang. Aku hanya ingin bercerita-seperti biasa-tentang hal-hal yang tak mungkin terlewati olehku, juga olehmu………

Banyak hal-hal yang tak kumengerti sejak pertamakali kutemukan kesadaranku, hingga hari ini aku masih saja terbelenggu oleh pertanyaan tentang siapa aku. Kudengarkan suara angin dan berharap ia akan membisikkan sesuatu yang selama ini aku cari-cari, kurekam warna-warna senja sambil menahan rintihan kehampaan yang tak terdengar oleh siapapun, bahkan olehku sendiri.

Selalu kucoba menerobos waktu atau lebih tepatnya persepsiku tentang waktu untuk mencari semua yang belum sempat terekam oleh inderaku. Ada ribuan ruang kosong yang selalu menarikku untuk mencoba memasukinya, dan diantara ribuan ruang kosong itu, aku menemukanmu. Sejak saat itulah aku mulai sibuk mencari bagian dirimu yang lain, di ruang-ruang lain yang tersekat oleh jeda persepsiku tentang waktu. Kulakukan hal-hal yang sebenarnya ditolak oleh pikiranku sendiri. Tahukah kau? bahwa dalam dirimu ada sekeping puzzle kehidupanku…….

Lama kupikirkan tentang misteri-misteri yang terselubung dalam silaunya sinar kehidupan. Bising dan hiruk-pikuk manusia rasanya semakin mendorongku untuk lari ke sebuah tempat dimana aku tak tersentuh oleh cahaya. Aku berlindung kepada ketidakpercayaan dan yakin kepada pertanyaan-pertanyaan. Akupun mulai bertanya-tanya tentang diriku, karena kumerasa diriku telah lama hilang entah kemana. Aku hanya bergerak dengan tubuh yang rapuh ini kesana kemari tak tentu arah. Dan kurasakan itu sungguh sangat menyiksa batinku, aku sedemikian benci dengan kesadaran akan ketiadaanku, aku ingin mengakhiri semua ini dengan mengakhiri apa yang disebut orang sebagai kehidupan.

Malam-malamku terasa menyiksa, sangat menyiksa, ia melahirkanku dipagi hari sebagai manusia baru, yang tak mengerti tentang apapun. Dan saat senja mulai berbisik bahwa malam akan menggantikannya, lagi-lagi kubertanya tentang janji-janji atau harapan-harapan yang mungkin masih ada atau habis samasekali. Senja telah lewat dan waktu aku putar balikkan ke sebuah titik yang tak terpahami olehku…..

Dititik itu ada kau,dengan segala yang tak kumengerti tentangmu. Kau bertemu denganku pada suatu ruang yang entah sekarang berada dimana, pada suatu ketika yang hanya tinggal persepsinya saja dipikiran. Sebuah momen yang ambigu.Dengan segala yang tak kumengeti tentangmu kucoba rasakan apakah waktu berlaku sama padamu, seperti yang ia lakukan padaku.Dengan segala yang tak kumengerti tentangmu, kucoba melacak titik persimpangan antara takdirku dan takdirmu, persimpangan yang memang sudah menjadi konsekuensi dari kesatuan ruang yang kita masuki.

Kawan, yakinlah pada garis hidupmu, yakinlah pada simpul-simpul takdir yang mengikatmu, yakinlah bahwa hari inilah masa depan itu. Kau akan kembali pada saat ini, karena dimasa yang kau anggap masa depan itu, akan kau temukan jejak-jejakmu hari ini, dan ternyata jejak itu berada di depan langkahmu saat itu. Hari ini, rentetan kejadian telah mengantarkanku pada janjiku, surat ini akhirnya kutulis juga, tak dapat kuhindari lagi, ku ingin berlari dari ketentuanku, tapi waktu tak pernah ingkar, ia munuju sebuah kepastian yang justru betentangan dengan ketidakpastian yang membelengguku. Dan surat ini adalah sebuah janji dari waktu yang kucoba lewatkan. Tapi aku tak mampu.

Rasanya suratku tak menjelaskan apa-apa, kosong ,hampa, tak berisi apapun kecuali teka-teki. Memang begitulah semuanya, selalu tak terjawab dengan sempurna. Sungguh sebuah hal yang luar biasa dipertemukan dengan orang sepertimu, rasanya bagaikan mimpi, mimpi yang terbang dari sangkar ketaksadaran.

Terimakasih kepada ruang dan waktu yang berkolaborasi membawa dan menempatkanmu sesaat dalam persinggahanku. Terimakasih atas semua maafmu yang tiada habis-habisnya kuminta, bahkan kurampas. Aku tak yakin Ruang dan Waktu akan sepakat untuk memberiku sebuah kesempatan lagi untuk menemuimu disuatu momen baru. Tapi aku bisa menjengukmu di dalam ruang-ruang yang penuh kristal. Dan tahukah kau bahwa kristal-kristal itu bisa menghadirkanmu sama seperti dulu? Karena sebenarnya aku tak mau Ruang dan Waktu mengikatku. Surat ini kutulis dalam pertahanan mentalku yang terakhir, dengan segala yang tak kumengerti tentangmu.



( Untuk persahabatan yang kuhentikan, untuk luka-lukamu yang tak mampu lagi kusembuhkan, untuk semua yang kau goreskan dan takkan pernah terhapus lagi )





Baca Selengkapnya... → Surat Terakhir

Jumat, Februari 20, 2009

Mother

Ibu, kenapa hanya pada saat di dekatmulah kumerasa nyaman?
Karena aku tahu, bahwa engkau telah menyayangiku jauh sebelum aku dilahirkan....
Karena aku tahu, engkau telah mengharapkan kehadiranku....
Engkau adalah orang yang menyayangiku bahkan sebelum tubuhku terbentuk...

Aku tak mengerti hidup ini, tapi ada satu hal yang aku tau pasti....
Bahwa engkaulah orang yang ditakdirkan untuk mencintaiku....

Karena itu kupilih takdirku sendiri untuk "MENCINTAIMU"
Baca Selengkapnya... → Mother